Senin, 16 November 2009

10-CARA-PINTAR-BELAJAR

Belajar mendadak menjelang ujian memang tidak efektif. Paling nggak sebulan sebelum ulangan adalah masa ideal buat mengulang pelajaran. Materi yang banyak bukan masalah. Ada sepuluh cara pintar supaya waktu belajar kita menjadi efektif.

1. Belajar itu memahami bukan sekedar menghapal
Yap, fungsi utama kenapa kita harus belajar adalah memahami hal-hal baru. Kita boleh hapal 100% semua detail pelajaran, tapi yang lebih penting adalah apakah kita sudah mengerti betul dengan semua materi yang dihapal itu. Jadi sebelum menghapal, selalu usahakan untuk memahami dulu garis besar materi pelajaran.
2. Membaca adalah kunci belajar
Supaya kita bisa paham, minimal bacalah materi baru dua kali dalam sehari, yakni sebelum dan sesudah materi itu diterangkan oleh guru. Karena otak sudah mengolah materi tersebut sebanyak tiga kali jadi bisa dijamin bakal tersimpan cukup lama di otak kita.
3. Mencatat pokok-pokok pelajaran
Tinggalkan catatan pelajaran yang panjang. Ambil intisari atau kesimpulan dari setiap pelajaran yang sudah dibaca ulang. Kata-kata kunci inilah yang nanti berguna waktu kita mengulang pelajaran selama ujian.
4. Hapalkan kata-kata kunci
Kadang, mau tidak mau kita harus menghapal materi pelajaran yang lumayan banyak. Sebenarnya ini bisa disiasati. Buatlah kata-kata kunci dari setiap hapalan, supaya mudah diingat pada saat otak kita memanggilnya. Misal, kata kunci untuk nama-nama warna pelangi adalah MEJIKUHIBINIU, artinya merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu.
5. Pilih waktu belajar yang tepat
Waktu belajar yang paling enak adalah pada saaat badan kita masih segar. Memang tidak semua orang punya waktu belajar enak yang sama lo. Tapi biasanya, pagi hari adalah waktu yang tepat untuk berkonsentrasi penuh. Gunakan saat ini untuk mengolah materi-materi baru. Sisa-sisa energi bisa digunakan untuk mengulang pelajaran dan mengerjakan pekerjaan rumah.
6. Bangun suasana belajar yang nyaman
Banyak hal yang bisa buat suasana belajar menjadi nyaman. Kita bisa pilih lagu yang sesuai dengan mood kita. Tempat belajar juga bisa kita sesuaikan. Kalau sedang bosan di kamar bisa di teras atau di perpustakaan. Kuncinya jangan sampai aktivitas belajar kita mengganggu dan terganggu oleh pihak lain.

7. Bentuk Kelompok Belajar
Kalau lagi bosan belajar sendiri, bisa belajar bareng dengan teman. Tidak usah banyak-banyak karena tidak bakal efektif, maksimal lima orang. Buat pembagian materi untuk dipelajari masing-masing orang. Kemudian setiap orang secara bergilir menerangkan materi yang dikuasainya itu ke seluruh anggota lainnya. Suasana belajar seperti ini biasanya seru dan kita dijamin bakalan susah untuk mengantuk.
8. Latih sendiri kemampuan kita
Sebenarnya kita bisa melatih sendiri kemampuan otak kita. Pada setiap akhir bab pelajaran, biasanya selalu diberikan soal-soal latihan. Tanpa perlu menunggu instruksi dari guru, coba jawab semua pertanyaan tersebut dan periksa sejauh mana kemampuan kita. Kalau materi jawaban tidak ada di buku, cobalah tanya ke guru.
9. Kembangkan materi yang sudah dipelajari
Kalau kita sudah mengulang materi dan menjawab semua soal latihan, jangan langsung tutup buku. Cobalah kita berpikir kritis ala ilmuwan. Buatlah beberapa pertanyaan yang belum disertakan dalam soal latihan. Minta tolong guru untuk menjawabnya. Kalau belum puas, cari jawabannya pada buku referensi lain atau internet. Cara ini mengajak kita untuk selalu berpikir ke depan dan kritis.
10. Sediakan waktu untuk istirahat
Belajar boleh kencang, tapi jangan lupa untuk istirahat. Kalau di kelas, setiap jeda pelajaran gunakan untuk melemaskan badan dan pikiran. Setiap 30-45 menit waktu belajar kita di rumah selalu selingi dengan istirahat. Kalau pikiran sudah suntuk, percuma saja memaksakan diri. Setelah istirahat, badan menjadi segar dan otak pun siap menerima materi baru.
Satu lagi, tujuan dari ulangan dan ujian adalah mengukur sejauh mana kemampuan kita untuk memahami materi pelajaran di sekolah. Selain menjawab soal-soal latihan, ada cara lain untuk mengetes apakah kita sudah paham suatu materi atau belum. Coba kita jelaskan dengan kata-kata sendiri setiap materi yang sudah dipelajari. Kalau kita bisa menerangkan dengan jelas dan teratur - tak perlu detail - berarti kita sudah paham.
- Dirangkum dari berbagai sumber.
[ www.sekolahindonesia.com ]


Kamis, 12 November 2009

HOW TO ENRICH OUR VOCABULARY

Sering menemui kesulitan saat anda mencoba menghafal sekian banyak kosakata berbahasa Inggris? Tak perlu lagi! Cobalah lakukan strategi dan petunjuk praktis dibawah ini yang dapat membantu membangun kosakata anda!

Hubungkan: Adalah lebih mudah menghafal kosakata berdasarkan sebuah tema sama. Buatlah koneksi anda sendiri antara kosakata dan bila mungkin susunlah mereka kedalam sebuah diagram laba-laba.

Tulis: Penggunakan kosakata secara praktis dapat membantu anda agar kata-kata tersebut melekat di kepala anda. Tulislah kalimat-kalimat dengan menggunakan perbendaharaan kata-kata baru atau buatlah suatu cerita dengan memakai sekolompok kata atau ekspresi tertentu.

Gambar: Tunjukanlah bakat seni anda dengan membuat gambar-gambar yang berhubungan dengan kata-kata yang sedang anda pelajari. Gambar anda tersebut dapat membantu memicu ingatan anda di masa datang.

Lakukan dengan Tindakan: Gambarkan kata-kata dan ekspresi/ungkapan-ungkapan yang sedang anda pelajari melalui gerakan tubuh anda. Atau, bayangkan dan lakukan kata-kata dalam sebuah situasi dimana anda perlu menggunakannya.

Ciptakan: Buat rancangan/desain kartu-kartu mini dan pelajari mereka di waktu luang anda. Buatlah kartu-kartu baru setiap minggunya, tapi tetap pelajari mereka secara keseluruhan dan berkala.

Asosiasi: Berikan warna-warna yang berbeda kepada kata-kata yang berbeda. Asosiasi seperti ini akan membantu anda mengingat kosakata anda nantinya.

Dengarkan: Pikirkan kata lainnya yang terdengar mirip dengan kata-kata yang sedang anda pelajari, terutama kata-kata yang rumit. Asosiasikan kata-kata tersebut dengan kata-kata yang baru untuk membantu anda dalam pengucapannya.

Pilih: Ingatlah bahwa akan lebih mudah untuk belajar bila topiknya adalah sesuatu yang menarik bagi anda. Sehingga, hati-hatilah memilih kata yang anda rasa berguna atau menarik. Sadari bahwa proses pemilihan kata itu juga merupakan suatu cara membantu anda menghafal dan mengingat!

Batasi: Jangan berusaha menghafal kamus dalam sehari! Batasi diri anda sebanyak 15 kata per hari, dan anda akan mendapatkan kepercayaan diri dan tak lagi merasa terbebani.

Perhatikan: Perhatikan dengan seksama kata-kata yang anda pelajari ketika membaca atau mendengarkan sesuatu yang berbahasa Inggris.


Ingin bisa menterjemahkan teks bahasa Inggris?

Dalam menerjemahkan sebuah teks, kita tidak saja mampu menuangkan artian atau terjemahan semata namun yang terpenting adalah kita harus mampu menghadirkan hasil terjemahan yang real mengimplementasikan ide-ide penulis.


Lingkup dan Pentingnya Terjemahan Bagi Siswa Sekolah
Terjemahan adalah kesatuan dari sebuah aktivitas manusia yang memungkinkan manusia untuk merubah ide-ide dan pemikiran yang erat kaitanya dengan pengunaan bahasa yang berbeda. Al Wassety(2001) melihat penomena terjemahan sebagai pembentukan aliran dari sebuah penomena bahasa. Enani (1997) menambahkan bahwa terjemahan adalah ilmu moderen yang tidak lepas dari cakupan Ilmu filosopi, Linguistik, Psikologi, dan Sosiologi.

Terjemahan adalah sebuah pekerjaaan yang rumit dimana pekerjaan ini belum tentu mudah disekalisaikan dalam aturan secara scientifik saja, terjemahan lebih mengarah ke seni subjektif, khusunya yang menyangkut hal-hal yang sifatnya konseptual dan hanya mampu dijelaskan dengan istilah-istlah tertentu yang tentu saja telah diterima secara umum oleh kebanyakan orang. Intinya terjemahan adalah sebuah ilmu, ketrampilan, dan sebuah seni.

Ini dikatakan sebagai sebuah Ilmu dimana terjemahan itu mampu menggabungkan kepentingan struktur pengetahuan yang lengkap serta menyatukan dua bahasa berbeda menjadi satu. Dikatakan sebagai ketrampilan karena ditopang oleh kemampuan seorang penerjemah dalam menyelesaikan segala kesulitan dan kemapuannya untuk menyediakan sesuatu terjemahan yang tidak memiliki keseimbangan dengan bahasa target.

Terjemahan dikatakan sebagai Seni karena ini menuntut kemampuan artistik untuk lebih terbiasa dengan teks sesungguhnya dalam upaya untuk membentuk atau menghasilkan sebuah produk terjemahan bagi pembaca yang mungkin kurang paham dengan bahasa originalnya. Dalam terjemahan, kaya akan kosakata, pemahaman budaya yang mendalam, dan visi yang dimiliki siswa dapat memberikan pengaruh yang signifikan bagi seorang siswa. Massoud (1988) membagi beberapa kriteria untuk terjemahan yang bagus, diantaranya: sebuah terjemahn harus mudah dipahami, jelas dan tidak rancu, idiomatik, dan tentunya sebisa mungkin menampilkan makna asli dari teks yang diterjemahkan.

Kendala Dalam Terjemahan
Permasalahan dalam terjemahan dapat dibagi menjadi: Problem Lingiustik dan Problem Budaya. Problem Linguistik mencakup perbedaaan tata bahasa, kosakata-kosakata yang berbeda, dan makna masing-masing kosakata; Problem budaya: berkaitan dengan bentuk situasi yang berbeda. Budaya merupakan masalah utama yang menjadi kendala utama yang dihadapi oleh kebanyakan orang. Literatur yang kurang tepat dalam penyokong tugas penerjemahan akan memberikan konsep yang salah mengenai bahasa yang sebenarnya. Sehingga Fionty (2001) menilai bahwa terjemahan yang buruk adalah yang merubah keseluruhan makna dari teks originalnya serta mengkesampinghkan referensi-refensi budaya dari bahasa original tsb.

Tugas dalam menerjemahkan
Seorang dalam menerjemahkan sebuah teks dihadapi oleh kemampuannya mengolah teks-teks yang diterjemahkan kedalam bahasa target. menerjemahkan tidak saja mampu menuangkan artian atau terjemahan semata namun point utama yang tak terlupakan adalah dia harus mampu hadirkan hasil terjemahannya secara terurai yang mengimplementasikan ide-ide real penulis tsb dan menganalisa pesan-pesan utama dalam teks terjemahannya, serta meyimpulkannya kedalam elemen-elemen yang lebih simpel dan tersrtuktur dengan jelas, untuk kemudian mentransformasikannya kedalam bahasa target yang tentu saja sesuai dengan apa yang dinginkan para pembaca atau siswa yang dalam tujuan untuk memperoleh manfaat dari hasil terjemahannya, tentunya sebuah Informasi yang tepat.

Ketrampilan-kertampilan yang harus dimilki Para Siswa

Untuk mempemudah para pemula dalam menerjemahkan sebuah teks bahasa Inggris, kita harus memilki ketrampilan-ketrampilan sebagai berikut: pemahaman bacaan/ membaca secara mendalam, kemapuan mencari, kemapuan menganalisa, dan kemampuan dalam menyusun.

Membaca teks secara mendalam
Fase pertama bagi para pemula dalam mencoba menterjemahkan adalah proses membaca teks. Kegiatan membaca mengarah kepada kemampuan kompetensi psikologi, karena ini berterkaitan dengan sistem perseptif. Saat kita membaca kita tidak menyimpan kata di otak kita. Membaca suatu teks terjemahan secara mendalam dapat memberikan kejelasan ide-ide yang terkandung dalam teks tsb.

Kemampuan Mencari
Enani(2002) menyarankan kepada para pemula jika tidak mengetahui arti sebuah kata, gunakan kamus untuk mencari jawabannya. Kamus yang digunakan bisa saja: kamus dua bahasa, kamus tentang sejarah dasar, kamus bahasa Inggris terbaru, kamus istilah, dan kamus khusus( kamus-kamus tentang common error, pengunaan istilah-istilah, kamus slang, kamus- kamus tehnikal) dll.

Kemampuan Menganalisa
Teks yang telah diterjemahkan harus dianalisa kembali hasilnya sehingga finished productnya tidak menyimpang dari ide-ide pokok yang dijabarkan dalam teks originalnya. Antara teks yang telah diterjemahkan harus tetap memiliki keterkaitan padu yang tentu saja tidak terpecah-pecah dan jauh dari ide utama dari pesan original teks tsb. Selalu upayakan menganalisa ide-ide awal dan akhir dari ide-ide teks, analisa ketercocokan makna dari teks, analisa struktur dari bahasa target sehingga bisa menghasilkan terjemahan yang terbaik.

Kemampuan Menyusun
Langkah terakhir adalah menyusun hasil terjemahan yang telah dianalisa kedalam kajian yang lebih sempurna atau finished formnya. Dalam proses penyusunan terjemahan itu kita telah yakin bahwa ide-ide yang terkandung dalam teks originalnya telah ditrasformasikan kedalam bahasa targetnya.

Problem yang dihadapi kebanyakan orang dalam menterjemahkan sebuah teks bahasa Inggris dikarenakan lemahnya penguasaan kosakata, minat membaca yang kurang, terlebih-lebih membaca teks-teks yang berbahasa Inggris. Pengalaman saya sebagai guru Bahasa Inggris memberikan titik terang bahwa para siswa didik kita ini menterjemahkan teks atau kalimat-kalimat bahasa inggris ini cendrung mengarah ke translate by one word yang akhirnya waktu yang dibutuhkan lebih lama dan makna atau ide-ide yang tersimpan dalam teks tersebut terpecah-pecah dan tidak coherence dengan ide yang terkandung dalam original teksnya. Maka melaui media tulisan ini saya menawarkan solusi simpel yang bisa mempermudah para siswa dalam melakukan penerjemahan sebuah teks yanitu berusaha untuk tidak mengambil cara terjemaham one word tapi usahakan satu atau dua word yang telah diketahui maknanya dapat dijadikan acuan membuat kesimpulan arti atau makna yang tersimpan dari teks tsb.Harapan saya semoga artikel ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua dalam menghadapi problem menterjemahkan teks yang berbahasa Inggris.


TOP TEN GRAMMAR MISTAKES

Foreigners English are often judged on how well they write. One way to help us become a good writer is to teach ourselves to avoid the top ten grammar mistakes that we always face.

1. Starting sentences with "And." It is all right to start a sentence with "And" occasionally, but some children do it constantly. Limit your young writer to two or fewer "Ands" at the beginning of sentences in each essay.
Wrong: I went roller-skating with my friends. And then we went out for pizza. And then we went home.
Right: I went roller-skating with my friends. Then we went out for pizza. Then we went home.

2. Using casual speech in an essay, such as words like "wanna," "gonna," and "should of."
Wrong: We wanna buy new CDs on Saturday.
Right: We want to buy new CDs on Saturday.

Wrong: My cousin is gonna graduate with top honors.
Right: My cousin is going to graduate with top honors.

Wrong: They should of studied harder for the test.
Right: They should have studied harder for the test.

3. Misunderstanding apostrophes used with singular and plural nouns.
Wrong: These are my sisters' books.
Right: These are my sister's books.

Wrong: This is my parent's house.
Right: This is my parents' house.

4. Creating run-on sentences. Divide into separate sentences or use semi-colons to connect two complete sentences.
Wrong: Summer is my favorite time of year because I can play with my friends and go to the mall and stay out later than during the school year because it doesn't get dark so early like when school is on.
Right: Summer is my favorite time of year. I can play with my friends, go to the mall, and stay out later. During the school year, it gets dark so early that I have to go home.

Wrong: I enjoy lots of different foods like hamburgers and sodas and fried chicken so I choose them when we go out to eat.
Right: I enjoy lots of different foods, like hamburgers, sodas, and fried chicken; I choose them when we go out to eat.

5. Confusing "its" and "it's."
Wrong: Its a beautiful day.
Right: It's a beautiful day.
Explanation: The correct answer uses "it's" because, in this sentence, "it's" means "it is." "It's" is a contraction of "it is."

Wrong: I worried about the dog because it's paw was hurt.
Right: I worried about the dog because its paw was hurt.

6. Misconnecting verbs.
Wrong: We should try and play together.
Right: We should try to play together.
Explanation: The correct answer replaces the word 'and' with 'to,' which properly connects the verbs.

7. Confusing "then" and "than."
Wrong: He is taller then I am.
Right: He is taller than I am.
Explanation: Use the word "than" to indicate a comparison between two things. The word "then" refers to time.

8. Confusing "there," "their," and "they're."
Wrong: We want to play over their.
Right: We want to play over there.
Explanation: Use the word "there" to indicate a location.

Wrong: They are riding they're bicycles.
Right: They are riding their bicycles.
Explanation: Use the word "their" to indicate possession.

Wrong: Their going to the movies today.
Right: They're going to the movies today.
Explanation: Use the word "they're," a contraction, when you mean "they are."

9. Mixing singular and plural subjects in one sentence.
Wrong: I helped my friend with their homework.
Right: I helped my friend with his (or her) homework.
Explanation: "My friend" is a single person, so it is incorrect to say "their homework." "Their" refers to more than one person.

10. Mixing up "your" and "you're."
Wrong: He's going to you're party
Right: He's going to your party.

Wrong: Your going to his party.
Right: You're going to his party.

Conclusion
To help non-native English become better writers, we or a tutor should work with to avoid the top ten grammar mistakes. If we have concerns about our ability's progress in writing, we have speak to our teacher to discuss progress and activities we can work on at home.

by. Ann Bowers in Articlesnatch.com and it was modified


Contoh Rencana Pembelajaran&CASE STUDY-ku


RENCANA PEMBELAJARAN:

I.Tujuan Pembelajaran.
Pada Akhir Pembelajaran Siswa Dapat :
Melakukan monolog pendek dalam bentuk Procedure

II.Materi Pembelajaran.
Teks monolog berbentuk procedure & Real Objects

III.Metode Pembelajaran : three-phase technique.

IV.Langkah-langkah kegiatan.
-Kegiatan Pendahuluan.
1.Salam dan tegur sapa, mengabsen siswa, tanya jawab tentang kondisi siswa.
2.Apersepsi: Guru menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan materi ajar teks procedure “How to make a cup of tea/coffee” misalnya dengan bertanya, “do you like to drink?”, what do you like to drink?” can you make a cup of tea/coffee?” dll.

-Kegiatan Inti.
1.Tanya jawab tentang alat dan bahan yang berhubungan dengan teks procedure “How to make a cup of tea/coffee”
2.Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok dan mendiskusikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan teks procedure “How to make a cup of tea/coffee”
3.Guru memperkenalkan gambit-gambit tertentu dalam melakukan presentasi:
-Ok friends, I would like to tell you about……
-The materials you need are………….
-Let me show you. First..., then..., finally……
4.Guru memperagakan dengan melakukan monolog dalam bentuk procedure dengan bantuan alat/bahan yang tersedia sekaligus mempraktekkan penggunaan gambit-gambit tersebut, sementara siswa memperhatikan peragaan guru.
5.Siswa diminta bekerja kelompok untuk mendiskusikan kembali hal-hal yang telah diperagakan guru mencakup: penggunaan gambit, kosakata maupun cara memperagakan di depan kelas
6.Masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas dengan melakukan monolog pendek seperti yang sudah dicontohkan guru.

-Kegiatan Penutup.
1.Melakukan evaluasi dan koreksi atas kesalahan selama presentasi kelompok.
2.Menanyakan kembali kesulitan belajar selama PBM
3.Menugaskan siswa untuk mencari contoh teks sejenis untuk dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.

V.Sumber Belajar.
- Script teks monolog pendek tentang procedure

VI.Penilaian.
-Tes Lisan : presentasi kelompok
-Tes Tulis : menuliskan hasil karya kerja kelompok

Berikut ini narasi pembelajarannya dalam bentuk Case Study:

Bagaimanakah menyikapi kesulitan siswa yang tidak terdeteksi?
Oleh: Hartono

Pada hari itu, Senin tanggal 3 Nopember 2009, seusai kegiatan upacara bendera dilanjutkan briefing guru yang berlangsung selama kurang lebih 10-15 menit. Segera setelah itu, saya langsung menuju ke ruang kelas 9A dengan persiapan materi ajar yang sangat sederhana berkaitan dengan tema/jenis teks “procedure”. Saya katakan sederhana karena memang saya dengan sengaja memilih untuk menyiapkan contoh teks yang sudah sangat familiar dengan latar belakang siswa yang notabene berasal dari keluarga kalangan menengah ke bawah; yaitu tentang “How to make a cup of tea or coffee” di mana diksi/pilihan kata yang saya gunakanpun saya pilih sedemikian rupa sehingga siswa bisa memahaminya dengan mudah. Akan tetapi, terus terang saya tidak mempersiapkan teks tersebut dalam bentuk tertulis, melainkan hanya sebatas dalam pikiran semata.

Seperti biasa, sebelum memulai kelas saya meminta salah seorang siswa bergiliran pada tiap pertemuan untuk memimpin doa dalam bahasa inggris. Namun ternyata giliran siswa yang harus memimpin pada hari itu, Suwarno, tidak segera melakukan tugasnya dengan baik. Siswa-siswa yang laen hanya bisa memandangi dia dengan keheranan. Semua hanya diam, lalu saya terpaksa harus menunjuk siswa yang lain untuk memimpin berdoa. Saya berusaha melupakan kejadian kecil yang lumayan mengganjal hati ini. Selesai berdoa, semua siswa serentak menyapa saya, “Good morning, Sir”. Lalu saya menjawab dengan “Good morning” dan saya lanjutkan dengan “How are you today?” Siswapun merespon dengan fasih dan kompak “I’m fine, thank you. And you?” Karena ini memang ungkapan hafalan mereka tiap kali pertemuan dengan saya di kelas.

Setelah itu, saya mencoba untuk memotivasi dn mengarahkan siswa pada materi ajar yang saya sudah persiapkan dalam pikiran (sekali lagi, bukan dalam bentuk tertulis) dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan ringan yang berkaitan dengan materi ajar, misalnya: “Do you like to drink?”, “what do you drink?”, “can you make tea/coffee?”dst. Dengan sedikit penjelasan tentang materi ajar pada hari itu bahwa kita akan mempelajari tentang teks procedure “How to make a cup of tea/coffee”, saya langsung meminta siswa membentuk 6 kelompok. Untuk menghindari pilih-pilih teman dalam kelompoknya, saya sendiri harus memfasilitasi mereka dalam pembentukan kelompok tersebut dengan cara: saya meminta siswa menyebutkan angka 1 s/d 6 masing-masing urut dari yang duduk di sebelah paling kanan dari meja saya sampai paling kiri dari meja saya. Lalu saya meminta mereka untuk segera membentuk kelompok sesuai angka yang mereka sebutkan masing-masing, sehingga terbentuklah 6 kelompok meskipun suasana kelas sedikit gaduh untuk sementara waktu.

Selanjutnya, saya mengingatkan kembali tentang materi ajar saya karena saya khawatir konsentrasi mereka sedikit pudar setelah kegiatan pembentukan kelompok tadi. Saya tugasi mereka untuk mendiskusikan tentang alat/bahan apa saja yang dibutuhkan ketika kita akan membuat teh/kopi (tentu saja mereka harus menyebutkannya dalam bahasa inggris). Namun, tetap saja masih ada siswa yang juga sempat bertanya, “ Pakai bahasa inggris, Pak?” Saya jawab sekaligus dengan nada guyon, “No…… pakai bahasa jerman or perancis”. Merekapun spontan tertawa namun segera beralih ke tugas kelompok yang tadi saya berikan.

Sementara siswa asyik berdiskusi mengerjakan tugas kelompok, saya bergegas keluar kelas menuju ke ruang dapur sekolah untuk mencari alat/bahan untuk pembuatan teh/kopi. Beruntung, pada saat itu Pak Bon sedang berada di tempat(dapur) sehingga saya dengan mudah dan cepat mendapatkan barang yang saya maksudkan. Lalu segera saya kembali menuju ke ruang kelas. Grrrrrrrrrrr……spontan siswapun tertawa melihat apa yang saya bawa ke dalam ruang kelas. Namun setelah saya bertanya, “finished?” mereka segera berhenti tertawa dan menjawab, “No……” dengan serentak pula.

Waktu terus berlalu, saya merasa sudah saatnya untuk menghentikan sementara tugas kerja kelompok mereka. Saya mencoba untuk mempresentasikan tentang cara membuat teh/kopi dengan alat/bahan yang tadi saya peroleh dari dapur sekolah atas peran serta pak Bon. Saya mencoba berinteraksi langsung dengan semua siswa sambil menunjuk barang-barang tadi dan bertanya, “What is this?” sambil sesekali menunjuk salah satu siswa untuk menjawabnya/menyebutkan nama barang tersebut dalam bahasa Inggris. Kemudian saya melanjukan memperagakan proses-proses membuat teh/kopi mulai dari paling awal sampai dengan siap saji. Sebelumnya, saya meminta siswa untuk memperhatikan setiap peragaan saya tentang apa yang saya lakukan dan apa yang saya ucapkan. Hal ini saya lakukan berulang sampai 3 kali. Untuk memastikan bahwa siswa benar-benar sudah paham, saya mempersilahkan siswa untuk bertanya. Namun tidak ada siswa yang bertanya kecuali hanya diam ketika saya menanyakan, “any questions?”, “ada pertanyaan?”.

Karena tidak ada yang bertanya, saya melanjutkan menugasi mereka untuk bekerja kelompok lagi mendiskusikan tentang proses-proses yang tadi saya peragakan. Setelah diskusi kelompok selesai, saya meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan / memperagakan seluruh proses seperti yang tadi saya contohkan tadi dengan format yang saya tuliskan/tampilkan di papan tulis. Namun apa yang terjadi? Dari 6 kelompok yang ada, hanya 3 kelompok yang mampu menjalankan tugasnya dengan baik (nyaris mirip dengan peragaan saya), sementara 2 kelompok yang lain sering sekali salah menyebutkan nama ataupun kata kerja yang dipakai dan 1 kelompok lagi tidak sesuai tentang apa yang diperagakan dengan yang diucapkan. Saya sempat berpikir bagaimanakah menyikapi hal ini. Selang beberapa saat, belpun berbunyi pertanda waktu istirahat, lalu saya kembali menugasi siswa untuk mencari contoh teks procedure yang sejenis untuk dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.

CASE STUDY PEMBELAJARAN BESERTA CONTOH

Oleh Mary dan Teuku Alamsyah
Dipublkskn oleh Abdul Zakaria

1. Hakikat Case study
Case study atau studi kasus adalah rangkuman pengalaman pembelajaran (pengalaman mengajar) yang ditulis oleh seorang guru/dosen dalam praktik pembelajaran mereka di kelas. Pengalaman tersebut memberikan contoh nyata tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh guru pada saat mereka melaksanakan pembelajaran. Gunanya adalah melalui pengkajian case study dalam pembelajaran dengan segala komponennya, para guru dapat melakukan evaluasi diri (self evalution), dapat memperbaiki dan sekaligus dapat meningkatkan praktik pembelajaran mereka di kelas. Bagi para calon guru, kajian terhadap case study akan dapat membuka wawasan mereka terhadap pembelajaran dan menanamkan konsep bagaimana seharusnya pembelajaran itu berlangsung.
Di sisi lain, case study tentang pembelajaran dapat digunakan untuk membantu, baik guru maupun mahasiswa calon guru dalam memahami hakikat pembelajaran. Studi kasus seperti ini menjadi catatan penting dalam pelaksanaan pembelajaran secara nyata. Case study ditulis dalam bentuk narasi dan berisi pengalaman pembelajaran yang paling berkesan yang Anda ingat karena kesuksesannya, kesulitan, atau pengalaman yang penuh problematika. Case study ditulis dengan memperhatikan hal-hal berikut ini.
1) Case study ditulis dalam bentuk cerita naratif yang sangat rinci dan sangat erat kaitannya dengan pengalaman yang Anda alami.
2) Case study tersebut sedapat-dapatnya harus ringkas. Maksismum dua halaman ketikan. Namun, jika pengalaman yang akan diungkap dalam case study tergolong cukup esensial sebagai pengalaman bagi orang lain, case study dapat juga ditulis melebihi dua halaman ketikan.
3) Case study harus memuat unsur kemanusiaan: kemauan yang Anda miliki, tindakan dan kesalahan Anda yang mengecewakan dan rasa kesenangan atau kekecewaan pada saat selesainya pembahasan.
4) Case study harus memiliki judul yang dapat mewakili keseluruhan isi pengalaman pembelajaran yang dituliskan.
5) Pengalaman yang dituangkan dalam case study adalah ungkapan kejujuran. Artinya, cerita dalam case study adalah cerita kejujuran.

2. Manfaat Case Study
Manfaat yang dapat dipetik dari case study bagi guru dan bagi mahasiswa calon guru dapat dikemukakan sebagai berikut.
1) Sebagai evaluasi diri (self evalution) bagi guru untuk dapat memperbaiki dan sekaligus dapat meningkatkan praktik pembelajaran mereka di kelas.
2) Sebagai pembuka wawasan mahasiswa calon guru terhadap pembelajaran dan penanaman konsep bagaimana seharusnya pembelajaran itu berlangsung.
3) Guru dan mahasiswa calon guru dapat belajar dari kegagalan orang lain (guru penulis case study).
4) Menemukan kekurangan dan kelebihan proses pembelajaran berdasarkan pengalaman penulis case study.
5) Mahasiswa calon guru dapat memperoleh gambaran yang nyata tentang dunia anak—khususnya di sekolah, termasuk di dalamnya memahami psikologi anak.
6) Guru dan mahasiswa calon guru dapat menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang tepat sehingga tidak mengulangi kekeliruan yang dialami oleh penulis case study.
7) Keberhasilan yang dialami oleh penulis case study dapat menjadi acuan bagi orang lain (guru dan calon guru).
8) Bagi guru pamong, case study bermanfaat dalam pembimbingan mahasiswa PPL melaksanakan pembelajaran agar menjadi lebih baik.
9) Dengan mengkaji case study, guru ataupun calon guru menjadi lebih terbuka, lebih jujur, dan lebih berani mengungkapkan kegagalan yang dialaminya dalam pembelajaran.
10) Guru dan calon guru dapat belajar menulis pengalaman pembelajarannya dalam bentuk narasi pembelajaran.

3. Metode untuk Mengembangkan Case Study
1) Seorang guru menceritakan/menulis pengalaman yang sukses atau suatu permasalahan yang menarik yang muncul saat pembelajaran dengan pokok bahasan atau topik tertentu. Pengalaman yang diceritakan/dituliskan itu menggambarkan pemikiran guru tersebut tentang mengapa permasalahan atau pengalaman tersebut menarik.
2) Harus ditulis sesegera mungkin supaya tidak mudah terlupakan
3) Sebagai masukan dalam penulisan, penulis narasi dapat mempedomani komentar-komentar guru lain (guru mitra) yang ikut mengamati proses pembelajaran
4) Persiapan guru
5) RPP
6) Pelaksanaan pembelajaran
• Kegiatan awal, inti, dan akhir
• Metode dan strategi pembelajaran
• Materi pembelajaran
• Evaluasi
• Ketercapaian tujuan pembelajaran
7) Perilaku siswa
8) Perasaan guru (keberhasilan, kegagalan, dan persepsinya terhadap siswa)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebuah case study dalam bentuk narasi pembelajaran, prosesnya adalah sebagai berikut.
(1) Ada tim kolaborasi (beberapa orang guru)
(2) Ada persiapan-persiapan prapembelajaran
(3) Praktik pembelajaran di kelas (ada yang berpraktik mengajar dan ada yang mengamati)
(4) Pengamat menuliskan komentarnya
(5) Komentar yang ditulis oleh pengamat tidak berupa “potret pembelajaran”, tetapi mengarah pada proses pembelajaran dengan segala komponennya
(6) Komentar pengamat ditulis pada saat proses pembelajaran berlangsung
(7) Pada akhir pembelajaran, komentar pengamat diserahkan kepada guru yang berpraktik mengajar
(8) Guru yang berpraktik mengajar menuliskan pengalaman pembelajarannya dalam bentuk narasi pembelajaran
(9) Narasi yang sudah ditulis, diberi judul yang sesuai
(10) Setelah menulis narasi, guru juga menulis refleksi dengan cara membaca kembali narasi yang ditulisnya, kemudian baru menuliskan refleksi.
(11) Narasi yang sudah ditulis dibaca oleh pengamat dan pengamat menuliskan komentarnya berdasarkan narasi dan hasil pengamatan pembelajaran
(12) Case study dilengkapi dengan RPP dan hasil kerja siswa
(13) Narasi memuat semua hal yang dialami dan dirasakan guru dalam pembelajaran, termasuk di dalamnya perilaku siswa

Penulisan Refleksi
1) Penulis disarankan membaca ulang narasi yang sudah ditulisnya itu beberapa kali, kemudian menuliskan refleksi terhadap narasi itu.
2) Guru-guru lainnya diminta memberikan tanggapan/komentar dengan menuliskan ide-ide mereka sehubungan dengan kasus yang mereka baca tersebut.

Contoh-contoh Case Study:

Saya Ingin Lebih Bersahabat dengan Mereka
Oleh
Teuku Alamsyah

Mereka dalam konteks judul di atas adalah siswa Sekolah Dasar. Saya akan mengajar bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Sesuai dengan tuntutan isi silabus, materi pokok pembelajarannya adalah cerita. Saya akan melaksanakan pembelajaran bercerita di Sekolah Dasar.
Saya memang seorang guru. Namun, profesi ini selama belasan tahun saya jalani bersama mahasiswa. Artinya, saya adalah seorang guru di perguruan tinggi. Melaksanakan pembelajaran bersama mahasiswa tentu bukanlah hal yang baru dan saya sangat menikmati pekerjaan ini. Mengajar di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah adalah sesuatu yang lain. Saya merasa sangat tidak siap untuk itu. Saya membayangkan akan berhadapan dengan anak-anak yang masih sangat lugu, masih banyak membutuhkan bimbingan dan arahan. Pengetahuan yang akan kita berikan kepada mereka adalah sesuatu yang sangat dasar yang akan menjadi bekal bagi mereka dalam mengikuti jenjang pendidikan berikutnya. Saya juga yakin bahwa kekeliruan yang dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran di tingkat dasar ini akan memberikan dampak yang kurang baik bagi anak untuk jangka waktu yang sangat lama. Inilah dasar pemikiran saya bahwa pembelajaran di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah bukanlah sesuatu yang dapat dianggap mudah.
Kamis, 24 Januari 2008, pukul 8.00 saya melaksanakan pembelajaran di kelas V SD Negeri 35 Kota Banda Aceh. Sesuai dengan isi silabus semester 2, saya mengajar Keterampilan Menyimak terintegrasi dengan Standar Kompetensi: Memahami cerita tentang suatu peristiwa dan cerita pendek anak yang disampaikan secara lisan, dan Kompetensi Dasar: Mengidentifikasi unsur cerita (tokoh, tema, latar, dan amanat). Dua hari sebelum pembelajaran berlangasung, saya menyiapkan RPP dengan memilih teks cerita “Mahjubah si Pemalas”.
Awal saya berdiri di depan kelas, saya melihat wajah anak-anak yang polos menantikan sepatah kata pembuka dari saya. Terus terang waktu itu saya agak bingung bagaimana saya harus memulai. Bagaimana saya harus menyapa mereka. Hampir saja saya menyapa, “Saudara-saudara!” Namun, tentu saja itu tak jadi. Saya memilih sapaan, “Anak-anak kita bertemu kembali dalam pelajaran Bahasa Indonesia.” “Hari ini kita melanjutkan topik yang sudah pernah kita singgung pada pertemuan sebelumnya.” Ketika itu pula saya sadar telah melakukan ‘kebohongan’ karena kita memang belum pernah bertemu sebelumnya dalam konteks belajar-mengajar di kelas. Saya merasa mulai gugup. Namun, wajah polos anak-anak mengatasi kegugupan itu. Saya melanjutkan, “Anak-anak hari ini kita akan mendengarkan sebuah cerita yang berjudul “Mahjubah si Pemalas”. “Siapa di antara kamu yang tidak pernah mendengarkan cerita?” Tidak satu pun anak-anak menjawab. Saya melanjutkan, “Bapak yakin kamu semua pasti pernah mendengarkan cerita dan senang mendengarkan cerita.” (semua anak duduk dalam kelompok yang tampaknya kelompok di kelas itu sudah permanen, satu kelompok 5 orang).
Pembelajaran berlanjut. Setiap kelompok saya minta mengidentifikasi tokoh, tema, latar, dan amanat berdasarkan cerita yang mereka simak dan sekaligus mereka baca. Sebelum anak-anak bekerja dalam kelompok mengidentifikasi tokoh, tema, latar, dan amanat cerita, saya mengajukan pertanyaan, “Siapa yang pernah menonton film?” (beberapa anak mengangkat tangan). “Bagus!” Tampaknya di kelas ini semua anak pernah menonton film! “Film apa saja yang pernah kamu tonton? (kelas hening, tidak ada yang menjawab). Memang kalau kita banyak menonton film, banyak film yang kita lupa judulnya bukan? Tidak apa! Yang penting semua anak pernah menonton film! Sekarang coba kita ingat film India. Pernah nonton film India? Dengan bersemangat semua anak menjawab, “Pernah, Pak!” “Iya, bagus!” Dalam film ada banyak pemain. Pemain film ini disebut juga tokoh. Dalam cerita yang kita baca juga begitu. Ada pelaku cerita yang lebih dikenal sebagai tokoh cerita. Jadi, dalam cerita ada tokoh utama dan tokoh pembantu. (Saya menjelaskan perbedaan tokoh utama dan tokoh pembantu). Selain itu, dalam teks cerita seperti halnya film, juga ada tempat dan waktu berlangsungnya kejadian. Inilah yang dikenal sebagai latar. Demikian seterusnya saya menjelaskan bagian demi bagian.
Nah! Anak-anak silakan bekerja dalam kelompok mengidentifikasi tokoh, tema, latar, dan amanat dalam teks cerita “Mahjubah si Pemalas”. Semua anak tampak bersemangat bekerja. Namun, pada saat presentasi tugas kelompok, saya mengalami kesulitan, yaitu tidak satu pun kelompok bersedia tampil memaparkan tugas yang sudah mereka selesaikan. Saya merasa mereka malu. Dengan gaya bahasa tertentu, saya membujuk mereka. Setelah dibujuk-bujuk, kelompok I tampil menempelkan hasil kerja kelompoknya di papan tulis dan memaparkannya atau lebih tepat membacanya. Saya berharap akan ada tanggapan dari kelompok lain (sebagaimana skenario pembelajaran yang sudah saya rancang dua hari sebelumnya). Harapan saya adalah harapan hampa. Tidak satu pun anak dari kelompok lain bersedia berkomentar dan ini tidak bisa dibujuk. Akhirnya, sharing dalam bentuk diskusi tidak bisa berlangsung hari itu.
Saya melanjutkan pembelajaran dengan meminta semua kelompok menempelkan tugas kelompoknya di papan tulis dan membacakannya. Setiap satu kelompok selesai membacakan hasil kerja kelompoknya, penghargaan yang diberikan adalah tepuk tangan dan saya merasa semua anak antusias bertepuk tangan. Selain itu, saya juga merasa bahwa tidak semua anak dalam kelompok berpartisipasi penuh terhadap pembelajaran. Beberapa anak terlihat wajahnya tanpa ekspresi dan saya merasa ada ‘ketidaknyamanan’ dalam batin saya. Saya menginginkan semua anak terlibat penuh dalam konteks pembelajaran.
Meskipun saya merasa tujuan pembelajaran atau target pembelajaran pagi itu 90% tercapai, masih ada ganjalan di benak saya ketika pembelajaran berakhir. Ganjalan itu antara lain adalah (1) bagaimanakah seharusnya kita mengajar? (2) Apakah semua anak menikmati pembelajaran ini? (3) Apakah bahasa sapaan saya dalam bentuk “kamu”, “kalian” terhadap anak-anak akan membekas dalam jiwa mereka sebagai bentuk sapaan yang kurang bersahabat? (4) Apakah pembelajaran saya tentang cerita “Mahjubah si Pemalas” memberikan makna tersendiri bagi anak-anak? Namun, saya mengakhiri pembelajaran hari itu dengan sebuah senyum, sebuah senyum bahagia mendapat kesempatan bertemu anak-anak sekolah dasar karena saya pun pernah menjadi anak-anak.
Di penghujung pembelajaran, sebagai refleksi saya ajukan sebuah pertanyaan, “Bagaimana anak-anak pembelajaran hari ini dengan Bapak Guru yang baru?” Jawaban yang diberikan oleh seorang anak kiranya sangatlah patut untuk kita renungkan bersama, yaitu “Kami senang Pak, karena Bapak tidak marah-marah”. Sebuah jawaban yang cukup jujur tentunya.


Refleksi
Oleh: Penulis

Saya merasa teramat lega setelah mengungkapkan secara tertulis semua yang saya rasakan ketika saya melaksanakan pembelajaran di kelas V SD. Ada sebuah tanya yang terus bergayut di dada, “Apakah semua anak yang ikut pembelajaran saya memahami dengan baik semua yang seharusnya memang mereka pahami hari itu?” Kalaulah masih ada kesempatan, saya ingin melanjutkan lagi pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V SD Negeri 35 Kota Banda Aceh untuk memastikan bahwa kehadiran saya di kelas mereka hari itu memberikan urunan yang berarti dalam pembekalan pemahaman nilai-nilai positif dalam cerita.
Masih segar dalam ingatan saya wajah tiga orang anak yang kurang ekspresif ketika pembelajaran berlangsung. Betapa andai bisa kembali, saya ingin lebih ‘bersahabat’ dengan mereka. Mengapa ekspresi anak-anak itu seperti kurang bergairah? Kita semua tentu berharap agar semua anak dapat mengikuti pembelajaran tanpa beban di luar konteks pembelajaran. Mungkin dalam hal ini saya terlalu emosional. Namun, inilah yang memang saya rasakan.


Sulitkah mempertahankan minat belajar Siswa ?

Oleh: Helsi, Sumedang.

Sebagai seorang guru, saya berkeinginan agar siswa merasa senang saat belajar dan tetap mengikuti pembelajaran sampai jam pelajaran berakhir. Pada kesempatan ini pelajaran yang akan saya sampaikan adalah materi Klasifikasi zat.

Konsep yang tercantum dalam RPP adalah Asam, Basa dan Garam dalam kisaran Standar kompetensi: Memahami klasifikasi zat, sedangkan Kompetensi dasar: Melakukan percobaan sederhana dengan bahan yang diperoleh dalam kehidupan sehari hari. Konsep Asam, basa dan garam diajarkan di kelas VII semester 1. Seperti kita ketahui bahwa pelajaran Kimia baru mulai dipelajari siswa setelah masuk SMP. Sehingga siswa yang baru tamat SD tersebut masih sangat merasa asing terhadap Laboratorium beserta alat dan bahannya sampai petunjuk kegiatannya (LKS).

Sabtu, 23 Agustus 2008, pukul 09.50, dilaksanakanlah pembelajaran di kelas 7 D SMPN 2 Tanjungsari. Kegiatan belajar saat itu menggunakan pendekatan kontekstual dan siswa belajar dalam kelompok yang terdiri atas 4 orang dan dibagi menjadi 10 kelompok. Setting meja dan bangku disusun membentuk angka II. Pada awal pembelajaran saya lupa meminta siswa untuk menghadap ke depan papan tulis, sehingga ada beberapa siswa yang membelakangi guru. Saat itu saya begitu bersemangat untuk membawa siswa mengerti akan konsep kimia ini.

Apersepsi disampaikan dalam waktu kurang dari 15 menit, dan ada beberapa siswa yang belum siap untuk belajar. Mereka masih mengawasi sekeliling ruangan yang masih sangat asing baginya. Saya mulai menjelaskan bermacam macam indicator dan ciri asam basa yang biasa dikenal, seperti ciri pada cuka dan sabun. Kemudian penjelasan berlanjut pada alat dan bahan eksperimen .

Saya memperhatikan ada beberapa siswa yang tidak mengikuti penjelasan itu. Penjelasan yang disampaikan dianggap angin lalu dan mereka asyik melihat keliling ruangan Lab. Reki adalah satu dari siswa tadi yang mengantuk dan meletakkan kepalanya di meja.

“Anak-anak, tahukah kalian mengapa untuk mengurangi sakit pada lambung orang sering menggunakan obat seperti antasid? “ Ucapan saya mulai sedikit menarik perhatian siswa saat melakukan tahap kontak dalam kontekstual. Lalu kegiatan belajar mulai melangkah ke tahap kuriositi,” Coba kalian Perhatikan tabung reaksi yang berisi ekstrak kulit buah Manggis ini, apa warnanya? Sekarang Ibu akan mencampurkannya dengan larutan antasid, sedikit kita aduk dan perhatikanlah…… dan ternyata campuran itu jadi berubah warna. Mengapa begitu , apa ada yang tahu alasannya”? Semua siswa terdiam dan terkagum- kagum. Demikianlah demontrasi tersebut dilakukan sehingga terciptalah rasa ingin tahu siswa.

Tiba saatnya siswa ditugaskan untuk bereksplorasi dengan media pembelajaran dengan di pandu oleh LKS pada tahap elaborasi. Setiap siswa mendapatkan 2 lembar LKS. Ada siswa yang sudah aktif membaca dan langsung ingin mencoba melakukan kegiatan seperti perintah dalam LKS,tapi ada juga yang diam menonton.

Seperti pada awal pembelajaran Reki berada pada keadaan yang belum mau belajar dan malas mengikuti kegiatan kelompok. Rafima, teman sekelompoknya mulai menegur.” Ayo Rek baca LKS-nya, bantu saya dong, jangan diam saja”, Gerutu Rafima. Dengan terpaksa Reki mulai melirik demi LKS. Setelah ditemukan hal yang menarik dari kegiatan yang dilakukan teman temannya, mulailah minat Reki muncul. Perlahan Ia mulai melakukan kegiatan dan berdiskusi tentang gejala yang timbul setelah meneteskan cuka pada lakmus merah dan lakmus biru. “Kok aneh ya mengapa lakmus biru berubah jadi merah sedangkan yang merahnya tidak berubah. Tapi bila ditetesi air kapur, malah yang berubah lakmus merah jadi biru, sedangkan lakmus biru tetap”, kata Reki aneh. Terbukalah suatu diskusi kelompok untuk membahas gejala yang timbul dan mereka mencatatnya pada tabel pengamatan. Tetapi penyebab terjadinya perubahan itu masih belum dapat mereka temukan dan ada keinginan untuk bertanya kepada guru, tapi keinginan itu hilang.

Sambil berkeliling membimbing kegiatan yang dilakukan siswa kelompok demi kelompok. Saya memperhatikan aktifitas siswa. Saya merasa pembelajaran saat itu berhasil karena saya dapat membaca siswa senang dan betah belajar dari kegiatan eksperimen indicator asam basa ini .

Setelah kegiatan kelompok berakhir saya mulai masuk pada tahap nexus yaitu tahap perumusan rangkuman. Dengan sangat tergesa-gesa, saya langsung memberikan penjelasan, tapi sayangnya penjelasan itu tidak menimbulkan adanya interaksi siswa dengan guru. Informasi banyak bersumber dari guru sehingga guru-lah yang memonopoli pembicaraan. Banyak teori asam basa saya sampaikan secara langsung dan tidak ada kegiatan menggali pengetahuan siswa dari apa yang telah mereka lakukan. Dari raut wajah, banyak siswa yang merasa sulit menghubungkan sejumlah informasi yang diucapkan guru dan kegiatan ini membuat turunnya konsentrasi belajar siswa .

“Dari ketiga macam indikator alami yang kita gunakan hari ini, manakah indikator yang paling baik dan apa alasannya”. Saya mulai mengumpulkan perhatian siswa kembali. Banyak siswa terdiam. Kemudian saya mencoba menunjuk salah satu dari mereka untuk menjawab. Tapi apa jawab mereka ? “Belum Bu, Kami tidak bisa menjawabnya!”

Akhirnya pertanyaan itu saya jawab dan pertegas sendiri setelah tidak saya temukan jawaban tepat dari mereka .Penjelasan itu saya akhiri dengan kesimpulan ciri ciri larutan yang bersifat asam , basa dan netral. Jumlah siswa yang tidak memperhatikan dan mengikuti pembelajaran dengan baik jadi bertambah banyak. Meskipun beberapa pertanyaan dalam LKS dapat dijawab dengan baik, tapi ada beberapa konsep yang belum dipahami, sehingga siswa belum mampu menarik kesimpulan dari percobaan yang mereka lakukan, kemampuan itu hanya terbatas pada beberapa siswa saja. Hal ini terbukti dari hasil test yang diberikan guru.

Saya merasa kecewa. Awalnya saya mengira pembelajaran saat itu berhasil, ternyata tidak. Saya tidak dapat mempertahankan semangat belajar siswa yang justru malah di akhir jam pelajaran

Meskipun sudah saya kuras energi ini untuk membuat siswa mengerti dengan berkeliling membimbing siswa, memberi penjelasan, tapi sia sia belaka karena justru motivasi yang muncul sangat tinggi pada kegiatan elaborasi menjadi sangat cepat menyusut diakhir pembelajaran. Kejadian ini sangat tidak saya harapkan karena mengapa saya tidak dapat mempertahankan semangat belajar siswa. Apa yang harus saya ubah dari pembelajaran ini.