Kamis, 12 November 2009
RENCANA PEMBELAJARAN:
I.Tujuan Pembelajaran.
Pada Akhir Pembelajaran Siswa Dapat :
Melakukan monolog pendek dalam bentuk Procedure
II.Materi Pembelajaran.
Teks monolog berbentuk procedure & Real Objects
III.Metode Pembelajaran : three-phase technique.
IV.Langkah-langkah kegiatan.
-Kegiatan Pendahuluan.
1.Salam dan tegur sapa, mengabsen siswa, tanya jawab tentang kondisi siswa.
2.Apersepsi: Guru menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan materi ajar teks procedure “How to make a cup of tea/coffee” misalnya dengan bertanya, “do you like to drink?”, what do you like to drink?” can you make a cup of tea/coffee?” dll.
-Kegiatan Inti.
1.Tanya jawab tentang alat dan bahan yang berhubungan dengan teks procedure “How to make a cup of tea/coffee”
2.Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok dan mendiskusikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan teks procedure “How to make a cup of tea/coffee”
3.Guru memperkenalkan gambit-gambit tertentu dalam melakukan presentasi:
-Ok friends, I would like to tell you about……
-The materials you need are………….
-Let me show you. First..., then..., finally……
4.Guru memperagakan dengan melakukan monolog dalam bentuk procedure dengan bantuan alat/bahan yang tersedia sekaligus mempraktekkan penggunaan gambit-gambit tersebut, sementara siswa memperhatikan peragaan guru.
5.Siswa diminta bekerja kelompok untuk mendiskusikan kembali hal-hal yang telah diperagakan guru mencakup: penggunaan gambit, kosakata maupun cara memperagakan di depan kelas
6.Masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas dengan melakukan monolog pendek seperti yang sudah dicontohkan guru.
-Kegiatan Penutup.
1.Melakukan evaluasi dan koreksi atas kesalahan selama presentasi kelompok.
2.Menanyakan kembali kesulitan belajar selama PBM
3.Menugaskan siswa untuk mencari contoh teks sejenis untuk dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.
V.Sumber Belajar.
- Script teks monolog pendek tentang procedure
VI.Penilaian.
-Tes Lisan : presentasi kelompok
-Tes Tulis : menuliskan hasil karya kerja kelompok
Berikut ini narasi pembelajarannya dalam bentuk Case Study:
Bagaimanakah menyikapi kesulitan siswa yang tidak terdeteksi?
Oleh: Hartono
Pada hari itu, Senin tanggal 3 Nopember 2009, seusai kegiatan upacara bendera dilanjutkan briefing guru yang berlangsung selama kurang lebih 10-15 menit. Segera setelah itu, saya langsung menuju ke ruang kelas 9A dengan persiapan materi ajar yang sangat sederhana berkaitan dengan tema/jenis teks “procedure”. Saya katakan sederhana karena memang saya dengan sengaja memilih untuk menyiapkan contoh teks yang sudah sangat familiar dengan latar belakang siswa yang notabene berasal dari keluarga kalangan menengah ke bawah; yaitu tentang “How to make a cup of tea or coffee” di mana diksi/pilihan kata yang saya gunakanpun saya pilih sedemikian rupa sehingga siswa bisa memahaminya dengan mudah. Akan tetapi, terus terang saya tidak mempersiapkan teks tersebut dalam bentuk tertulis, melainkan hanya sebatas dalam pikiran semata.
Seperti biasa, sebelum memulai kelas saya meminta salah seorang siswa bergiliran pada tiap pertemuan untuk memimpin doa dalam bahasa inggris. Namun ternyata giliran siswa yang harus memimpin pada hari itu, Suwarno, tidak segera melakukan tugasnya dengan baik. Siswa-siswa yang laen hanya bisa memandangi dia dengan keheranan. Semua hanya diam, lalu saya terpaksa harus menunjuk siswa yang lain untuk memimpin berdoa. Saya berusaha melupakan kejadian kecil yang lumayan mengganjal hati ini. Selesai berdoa, semua siswa serentak menyapa saya, “Good morning, Sir”. Lalu saya menjawab dengan “Good morning” dan saya lanjutkan dengan “How are you today?” Siswapun merespon dengan fasih dan kompak “I’m fine, thank you. And you?” Karena ini memang ungkapan hafalan mereka tiap kali pertemuan dengan saya di kelas.
Setelah itu, saya mencoba untuk memotivasi dn mengarahkan siswa pada materi ajar yang saya sudah persiapkan dalam pikiran (sekali lagi, bukan dalam bentuk tertulis) dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan ringan yang berkaitan dengan materi ajar, misalnya: “Do you like to drink?”, “what do you drink?”, “can you make tea/coffee?”dst. Dengan sedikit penjelasan tentang materi ajar pada hari itu bahwa kita akan mempelajari tentang teks procedure “How to make a cup of tea/coffee”, saya langsung meminta siswa membentuk 6 kelompok. Untuk menghindari pilih-pilih teman dalam kelompoknya, saya sendiri harus memfasilitasi mereka dalam pembentukan kelompok tersebut dengan cara: saya meminta siswa menyebutkan angka 1 s/d 6 masing-masing urut dari yang duduk di sebelah paling kanan dari meja saya sampai paling kiri dari meja saya. Lalu saya meminta mereka untuk segera membentuk kelompok sesuai angka yang mereka sebutkan masing-masing, sehingga terbentuklah 6 kelompok meskipun suasana kelas sedikit gaduh untuk sementara waktu.
Selanjutnya, saya mengingatkan kembali tentang materi ajar saya karena saya khawatir konsentrasi mereka sedikit pudar setelah kegiatan pembentukan kelompok tadi. Saya tugasi mereka untuk mendiskusikan tentang alat/bahan apa saja yang dibutuhkan ketika kita akan membuat teh/kopi (tentu saja mereka harus menyebutkannya dalam bahasa inggris). Namun, tetap saja masih ada siswa yang juga sempat bertanya, “ Pakai bahasa inggris, Pak?” Saya jawab sekaligus dengan nada guyon, “No…… pakai bahasa jerman or perancis”. Merekapun spontan tertawa namun segera beralih ke tugas kelompok yang tadi saya berikan.
Sementara siswa asyik berdiskusi mengerjakan tugas kelompok, saya bergegas keluar kelas menuju ke ruang dapur sekolah untuk mencari alat/bahan untuk pembuatan teh/kopi. Beruntung, pada saat itu Pak Bon sedang berada di tempat(dapur) sehingga saya dengan mudah dan cepat mendapatkan barang yang saya maksudkan. Lalu segera saya kembali menuju ke ruang kelas. Grrrrrrrrrrr……spontan siswapun tertawa melihat apa yang saya bawa ke dalam ruang kelas. Namun setelah saya bertanya, “finished?” mereka segera berhenti tertawa dan menjawab, “No……” dengan serentak pula.
Waktu terus berlalu, saya merasa sudah saatnya untuk menghentikan sementara tugas kerja kelompok mereka. Saya mencoba untuk mempresentasikan tentang cara membuat teh/kopi dengan alat/bahan yang tadi saya peroleh dari dapur sekolah atas peran serta pak Bon. Saya mencoba berinteraksi langsung dengan semua siswa sambil menunjuk barang-barang tadi dan bertanya, “What is this?” sambil sesekali menunjuk salah satu siswa untuk menjawabnya/menyebutkan nama barang tersebut dalam bahasa Inggris. Kemudian saya melanjukan memperagakan proses-proses membuat teh/kopi mulai dari paling awal sampai dengan siap saji. Sebelumnya, saya meminta siswa untuk memperhatikan setiap peragaan saya tentang apa yang saya lakukan dan apa yang saya ucapkan. Hal ini saya lakukan berulang sampai 3 kali. Untuk memastikan bahwa siswa benar-benar sudah paham, saya mempersilahkan siswa untuk bertanya. Namun tidak ada siswa yang bertanya kecuali hanya diam ketika saya menanyakan, “any questions?”, “ada pertanyaan?”.
Karena tidak ada yang bertanya, saya melanjutkan menugasi mereka untuk bekerja kelompok lagi mendiskusikan tentang proses-proses yang tadi saya peragakan. Setelah diskusi kelompok selesai, saya meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan / memperagakan seluruh proses seperti yang tadi saya contohkan tadi dengan format yang saya tuliskan/tampilkan di papan tulis. Namun apa yang terjadi? Dari 6 kelompok yang ada, hanya 3 kelompok yang mampu menjalankan tugasnya dengan baik (nyaris mirip dengan peragaan saya), sementara 2 kelompok yang lain sering sekali salah menyebutkan nama ataupun kata kerja yang dipakai dan 1 kelompok lagi tidak sesuai tentang apa yang diperagakan dengan yang diucapkan. Saya sempat berpikir bagaimanakah menyikapi hal ini. Selang beberapa saat, belpun berbunyi pertanda waktu istirahat, lalu saya kembali menugasi siswa untuk mencari contoh teks procedure yang sejenis untuk dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar